Sunday 

i like dove

Going through the many blogs that now proliferate the Malaysian blogosphere, I find that a majority of them involves daily digests of the bloggers' affairs. I don't think I've ever done that before. Let's try it out. Here goes:

i woke up quite early this morning, only to find that there was nothing interesting on Astro on a Sunday morning. Since i had nothing to do, I went back to sleep. Woke up again at 9.00ish because i had to send my father off to the airport.


So i went, to the airport, again. I'm getting quite bored of the place already, especially since i go there almost every weekend nowadays. But still , airport, ho!


After lunch at one of the many overpriced f&b outlets available there, I went to shop for some toiletries only to find that they carry a very limited range of products. Can you imagine? The only soap they had was Dettol!!! Hello!! People from all over the world come shop here! And all you have is dettol soap? and in small bottles too!??

I think I better stop there. I wouldn't want to get into any trouble with anyone...
From this brief experiment, I've learnt that even the most trivial matter can be made significant.
A petty issue such as the variety of soap for sale at a shop can distress us so, that we forget that some don't even have taps in their homes.
How easy it is to lose perspective of what's really going on.
Then again, what would you expect?
If the only thing that concerns you is yourself, naturally your wellbeing will be what most occupies your thoughts.
But the individual is only the smallest unit that makes up society.
To only think only of ourselves smacks of "katak bawah tempurung"ism.

 

pride

It is pride that keeps us from admitting our faults.
It is pride that prevents us from asking for help
pride makes life difficult but we hold on to it like gold in a treasure chest.
Pride is the nothing that we value so,
though it cant buy a lump of coal
pride makes us think we're better than those who have less.
Pride is god's mantle,
there shouldn't be any in a believer.

 

Interview with Hezbollah Secretary General Hasan Nasrallah

Click to read text of the al-Jazeera interview with Hezbollah Secretary General Hasan Nasrallah.

Excerpts
"So, what is next? Until when will this continue? The Israeli society is so far rallying round the government. We have seen this experience in 1993, in 1996, and in past wars, but this solidarity will begin to vanish with the passage of time. So, if the military operation took a horizontal direction or began to decline, then the peak that is higher than this is the ground incursion. I am sure that the ground incursion will be a catastrophe to the Israeli army. This is not a threat. You know from day one that I speak calmly and objectively on these issues. The issue now, if it continues..."

 

Iraqi poet Mudhaffar An-Nawwab:
"...and the sun could rise setting
due to our sadness,
hunger speaks since our birth
and death and sand grow old with us
foreigners--no matter how much we fight--
and the eunuchs-rulers are the true Arabs
a ruler whose stature and dignity
are beneath this shoe of mine..."

from the Angry Arab News Service

Tuesday 

critical points

Gaza Under Threat from Health Epidemic

Gaza death toll hits 52 amid new attacks

Olmert shrugs off criticism


Basayev death boosts Putin and leaves Chechen rebels leaderless

of course, what you're actually interested in, is this :

Be a man, Ina tells Mawi

Monday 

`Dr. Burhanuddin, Mokhtaruddin Lasso dan saya berbual-bual di pejabat harian Suara Rakyat, lidah rasmi PKMM yang saya ditugaskan menjadi pengarangnya, di Jalan Brewster.

Secara tiba-tiba saya dengar Mokhtaruddin bertanya kepada Dr. Burhanuddin. Apakah benar Tuhan itu ada, tuan doktor?

Pertanyaan ini dikeluarkannya sambil tersenyum. Saya terperanjat juga mendengarkan pertanyaan itu. Tidak saya duga. Mungkin, hati saya segera menduga, Mokhtaruddin hendak menguji keteguhan Dr. Burhanuddin beragama.

Sudah tentu saja Tuhan ada, Dr. Burhanuddin menjawab pendek.

Benarkah Dia berkuasa? Mokhtaruddin bertanya lagi. Benar, jawab Dr. Burhanuddin.

Kalau benar Dia berkuasa suruhlah Dia membuat sepasang terompah kayu sekarang dan kalau Dia boleh membuatnya saya akan percaya Tuhan itu ada dan Dia berkuasa, tetapi tidak sebaliknya, berkata Mokhtaruddin kepada Dr. Burhanuddin.

Saya melihat tepat ke muka Dr. Burhanuddin. Saya mahu memastikan apakah reaksinya kepada pertanyaan ini. Apakah dia akan menjawabnya atau apa? Tidak syak lagi pertanyaan Mokhtaruddin itu pertanyaan yang hanya boleh datang daripada seorang free thinker, seorang yang tidak percaya adanya Tuhan, seorang komunis, seorang yang bersandar bulat kepada dialectical materialism.

Dan ini tidak pula memeranjatkan saya. Sebagai seorang bekas pejuang yang menentang Jepun yang berpangkalan dalam hutan, Mokhtaruddin tak syak lagi telah bergaul dan seterusnya mengikuti kursus politik komunis yang menjadi pelopor melawan Jepun itu.

Saya cemas. Hati kecil saya menyesali Mokhtaruddin kerana membuat pertanyaan itu. Masakan patut Tuhan diminta membuat pekerjaan yang remeh seperti membuat terompah kayu itu? Dr. Burhanuddin memberikan jawapannya dengan tenang. Tidak ada tanda marah dalam suaranya sewaktu memberikan jawapan ini.

Ini tidak bererti Tuhan tidak boleh membuat terompah kayu itu, dia meneruskan kata-katanya. Dia boleh. Kalau alam ini dapat dicipta-Nya kenapa pula perkara mudah dan kecil seperti membuat terompah kayu itu tidak boleh?

Kalau banyak orang, banyak manusia yang menjadi makhluk Tuhan sudah boleh membuat terompah kayu belaka kenapakah harus diperlukan juga tenaga Tuhan bagi perkara yang remeh ini? Tidakkah sama saja seperti menyuruh seorang ayah mengesat hingus atau menghisap puting sedangkan bayi kecil pun sudah tahu membuatnya?

Mokhtaruddin saya lihat tertegun. Tetapi dia belum puas hati lagi. Dia menimbulkan pula masalah lain yang berhubung dengan soal Tuhan juga.

Orang Islam menyembah Tuhan yang mereka panggil Allah katanya. Tetapi ada juga orang yang menyembah bulan, matahari dan banyak yang lain lagi. Mereka kata benda-benda itu dikatakan esa, tidak dua dan tidak tiga?

Dr. Burhanuddin tersenyum dulu sebelum menjawab. Ada orang yang memanggil kasut itu kasut tetapi ada pula yang memanggilnya sepatu, dia menjawab.

Tetapi bukankah kasut dan sepatu itu benda yang satu itu juga?

Begitu juga dengan Tuhan, ada yang memanggilnya Allah, ada yang memanggilnya God, ada yang memanggilnya tok pekong, ada yang memanggilnya sami, ada yang bertuhankan bulan, matahari dan entah apa lagi. Panggilannya saja yang berbeza tetapi bendanya tetap yang satu itu juga. Ertinya Tuhan itu memang Esa.

Dan kalau saudara masih meragukan adanya Tuhan, tambah Dr. Burhanuddin lagi (dan kini seperti hendak mengajar Mokhtaruddin pula), maka hujah saudara tadi dapat saya kembalikan untuk menikam saudara kembali.

Bagaimana? Mokhtaruddin bertanya.

Bukankah saudara mengatakan tadi ada orang yang mengatakan bulan itu Tuhan, matahari itu Tuhan, Allah itu Tuhan dan seterusnya?

Mokhtaruddin menganggukkan kepalanya.

Dan komunis pun percayakan naturekan? Mokhtaruddin menganggukkan kepala lagi.

Tidakkah itu menunjukkan setiap orang percayakan adanya Tuhan kerana tidak ada orang yang mengatakan tidak ada?

Ya, Tuhan itu ada dan Esa. Mokhtaruddin mengangkat kedua-dua belah tangannya ke atas dan berkata: Cukuplah ini saja tuan doktor dan kita kira seri - tak kalah, tak menang.''

petikan dari Putera Setia Melayu Raya karya Ahmad Boestamam.

Sunday 

victory

“allah forgive me”

“I never hope to be”,

She said,

“someone happy to count the dead”

“enemy they may be now”

“human they forever are”

“but however sorry I feel for them”

“I will never lay down my weapons”

“for as long as there is injustice”

“I will fight and forsake peace”

“true light comes only from the sun”

“true peace comes only from justice”

 

Wings

You gave me wings

With hope I would come up to you

Among the stars

Instead

I flitter among flowers

Content

To gaze at clouds

Saturday 

Maghrib


Mata masih lagi bengkak akibat berjaga malam semalam demi assignment yang perlu diserahkan pada hari yang sama. Kalau gemar menunggu saat akhir, inilah akibatnya, dan hasil pun tidak seberapa. Malah dalam membacanya semula, banyak saya rasa perlu saya elokkan.

Walau apapun, hidup tidak hanya berkitar mengelilingi assignment dan homework. Bahkan bukan lebih dari itu. Malangnya dalam kemasyghulan kehidupan seharian, sungguh mudah untuk diperdaya sebaliknya. Sehinggakan kerja bertakhta di jiwa.

Di sini, Solat seolah satu ingatan personal Allah swt kepada tiap muslim. Ya, kamu sibuk; Ya kamu kerja, tapi jangan lupa, kamu tetap hambaKu, dan hidup matimu untukKu. Dan apabila, muslim-muslim ini beramai-ramai berjemaah di masjid-masjid, musolla-musolla, peringatan ini menjangkaui batas pribadi dan menjadi satu notis umum kepada semua manusia yang mempunyai mata, telinga dan minda yang sihat akan hakikat hidup kita.

Namun masjid-masjid kita lengang. Majlis-majlis ilmu hanya dihadiri mereka yang senja. Malah, penayangan filem, yang dianggap mampu menarik minat khalayak, dihadiri kurang dari sepuluh orang.

Mungkin silapnya pada kita, dan bukanlah perjuangan itu demi hasil tetapi tidakkah terkesan kita apabila merenungi keadaan ini?

Sejak beberapa hari yang lalu, al-quds diganyang rejim zionis. Hancur musnah Bandar Gaza City[1] dibedil jet-jet pejuang berpelurukan misil-misil, hanya kerana seorang tentera Israel ditawan (yang kononnya dijadikan sebab mereka menyerang). Bekalan air dan makanan diputuskan. Rakyat yang sudah menderita, kini terseksa pula. Kita buat apa?

Di dalam tulisannya yang terkini, rakan saya ada menyatakan bagaimana semangat yang membuak-membuak tak selalunya berupaya diterjemahkan kepada tindakan, meskipun pada perkara-perkara picisan, “sebaldi” ayam misalnya. Seperti yang dilakonkan pelajar-pelajar Melayu Australia, kita hanya:

a) Memeterai perjanjian demi perjanjian yang tidak membawa kesan

b) Memekik-mekik dan berdemonstrasi, dengan sepanduk yang kian membesar

c) Berpeluk tubuh dan tidak mengambil kisah, kerana, kalau kita fikirkan secara rasional, apa perlunya kita mengambil kisah dengan pak-pak arab di luar sana?

Di sini bukanlah saya ingin mengkritik mana-mana pihak (kecuali mungkin kelompok c). Malah saya turut mengingatkan diri saya sendiri. Orang Melayu kata, “satu jari menuding ke orang, yang lain menuding ke diri.” Cuma ini manifestasi kekecewaan saya terhadap diri sendiri, terhadap suasana kini. Kita cuma bersimpati, yang “hanyalah secubit rasa/
Tidak mampu berdaya mematah peluru-peluru yang muntah/ Dari picul-picul mulut-mulut senjata angkara kita”[2]. Sebaliknya kita terus mengaku kita hidup berprinsip tetapi ia hanyalah umpama berikrar di perhimpunan setiap Isnin.

Dalam ketandusan tauladan kini, bagus juga kita sesekali mengimbau sejarah lampau (meskipun tiada dalam sukatan pelajaran) dan memperingati kembali perajurit-perajurit lama yang istiqamah dan bersungguh di dalam perjuangan mereka. Rasulullah (s.a.w) sendiri sudah tentu wajib kita contohi. Sahabat-sahabatnya umpama Mus’ab bin Umair, Abu Dzar, Abu Bakar, Umar (Radhiallahu’anhum) memberi inspirasi. Tidak lupa jua pejuang-pejuang nusantara kita sendiri ,Cut Nyak Dhien, Dr. Burhanuddin, Tok Janggut. Selongkarlah kisah mereka. Perhatikan betapa mereka diuji, dan bandingkan dengan kita kini. Usahlah obses dengan hasil, yang penting mereka berusaha dan terus berusaha, sedangkan kita subuh pun entah ke mana. Mereka yakin tiada mati dengan syahid, kita tidak mahu mati.

Wang.Sekolah.Pelajaran.Makan.Af.WorldCup.Wanita.Kereta.Krecit.FonBimbit.Rumah.Tandas.Komik.iPod.Nike.Jerawat.Dockers.Prestij.KillerLoop.Elektrik.Streamyx.

Betapa kecilnya dunia jika hidup hanya untuk itu.

Jadi, ke mana dari sini?



[2] Tik Tok Simpati” oleh AhliFiqir

About me

  • I'm ltf ha
  • From sg. buloh, selangor, Malaysia
My profile
www.flickr.com
sdr. mohamad lutfi hakim ariff's photos More of sdr. mohamad lutfi hakim ariff's photos
Blogroll [−]
Powered by Blogger
and Blogger Templates Listed on BlogShares Ukhwah.com :: Top Blog